Oleh: Inho Loe
Praktisi Pendidikan
Tulisan Marsel Robot yang berjudul “Mohon Tenang! Sedang Pemilihan Rektor Universitas Nusa Cendana” mengingatkan kita pada satu ironi besar: proses demokrasi akademik di kampus justru berlangsung dengan hening, nyaris tanpa riuh dialektika.
Namun, apakah ketenangan itu patut kita rayakan sebagai tanda kedewasaan? Atau justru harus kita ragukan sebagai gejala lemahnya budaya intelektual di lembaga sebesar Universitas Nusa Cendana (UNDANA)? Saya memilih berdiri pada posisi kedua: pemilihan rektor UNDANA harusnya riuh, bukan senyap.
Mengapa Perlu Riuh?
Pertama, riuh debat bukanlah gaduh, melainkan denyut sehat bagi sebuah universitas. Plato dalam Republic menekankan bahwa kepemimpinan sejati lahir dari ujian argumentasi, bukan sekadar penunjukan administratif. Kampus adalah ruang ilmiah, tempat argumentasi diuji, gagasan dibenturkan, dan ide-ide diverifikasi. Jika pemilihan rektor hanya berhenti pada paparan visi-misi tanpa ruang sanggah, maka kita kehilangan kesempatan emas untuk menyaksikan kualitas intelektual para kandidat.
Kedua, riuh debat adalah bagian dari pendidikan politik bagi civitas akademika. Aristoteles pernah menyatakan bahwa manusia adalah zoon politikon – itu artinya, makhluk yang hanya bisa berkembang dalam polis melalui diskursus publik. Mahasiswa, dosen, pegawai kampus, dan masyarakat NTT berhak menyaksikan bagaimana para calon rektor mempertahankan gagasannya, bukan sekadar membacakan dokumen kertas yang sunyi. Pemilihan rektor UNDANA seharusnya menjadi “kelas besar demokrasi” yang mendidik warga kampus, bukan sekadar ritual administratif.
Ketiga, riuh perdebatan adalah teladan moral untuk publik. Habermas menekankan pentingnya public sphere di mana rasionalitas komunikatif terbangun melalui diskusi yang terbuka. Di luar tembok kampus, masyarakat menanti contoh dari universitas negeri terbesar di NTT. Jika pemilihan presiden dan bupati saja mampu menyalakan diskusi publik yang hangat, mengapa universitas justru memilih jalan sunyi?
Risiko Ketenangan yang Menyesatkan
Kita sering terkecoh oleh istilah “tertib” dan “tenang” seolah itu selalu bermakna positif. Padahal, ketenangan yang tanpa dialektika adalah kebisuan epistemis – meminjam istilah Marsel Robot. Paulo Freire mengingatkan kita bahwa silence of the oppressed adalah bentuk penindasan halus, ketika suara kritis dibungkam oleh struktur yang tampak “tertib”. Universitas kehilangan suaranya, kampus hanya menjadi ruang administrasi, bukan rumah intelektual.
Kondisi senyap ini berpotensi melahirkan kepemimpinan kampus yang miskin legitimasi moral. Hannah Arendt menegaskan bahwa politik yang steril dari diskursus publik akan melahirkan birokrasi tanpa jiwa. Rektor bisa saja unggul di atas kertas karena prosedur administratif terpenuhi, tetapi gagal menginspirasi sivitas akademika karena tidak pernah menguji gagasan di ruang publik.
Riuh untuk Menjaga Marwah UNDANA
Oleh karena itu, panitia pemilihan dan senat UNDANA mesti berani mengubah paradigma. Debat terbuka kandidat rektor harus menjadi agenda utama, bukan pilihan tambahan.
Debat terbuka akan menghadirkan:
- Transparansi gagasan, sehingga civitas akademika tidak hanya mendengar bisik-bisik politik kampus.
- Partisipasi intelektual, karena dosen, mahasiswa, dan publik bisa menilai langsung kualitas kepemimpinan calon rektor.
- Warisan tradisi ilmiah, bahwa kampus tidak hanya mencetak ijazah, tetapi juga mencetak adab demokrasi.
Jika UNDANA ingin benar-benar berperan sebagai laboratorium demokrasi dan cahaya intelektual di NTT, maka jalan satu-satunya adalah menghadirkan riuh dialektika.
Penutup
Kita tidak boleh puas dengan ketenangan semu. Pemilihan rektor UNDANA 2025 mesti menjadi momentum untuk membuktikan bahwa universitas ini layak menyandang akreditasi unggul, bukan hanya dalam dokumen BAN-PT, melainkan dalam praktik demokrasi akademiknya.
Mari kita dorong agar pemilihan rektor UNDANA menjadi riuh yang sehat, riuh yang mencerahkan, dan riuh yang menyalakan obor intelektual di bumi Flobamorata.
Riuh bukan berarti gaduh. Riuh adalah tanda kampus hidup, bukan bisu.