Taktik Hamas dalam Perang Urban Melawan Israel: Warga Sipil Jadi Korban

Share

Oleh: Tim Investigasi | 11 Juni 2025

Internasional – Dalam konflik bersenjata yang terus berulang antara Hamas dan Israel, perhatian dunia kerap tertuju pada dampak serangan militer Israel terhadap warga sipil Palestina. Namun di balik itu, terdapat dimensi lain yang jarang disorot secara luas oleh media arus utama di berbagai negara, termasuk Indonesia: bagaimana sebenarnya Hamas menjalankan operasinya dari tengah-tengah permukiman sipil?

Investigasi ini mencoba menelusuri taktik yang digunakan Hamas dalam perang urban, serta bagaimana strategi tersebut berkontribusi terhadap meningkatnya korban sipil di Gaza.

Perang Urban dan Strategi Gerilya di Tengah Permukiman

Gaza adalah wilayah padat penduduk, dengan populasi lebih dari dua juta orang di area seluas sekitar 365 km². Dalam lanskap seperti ini, Hamas telah lama mengadaptasi taktik perang urban — memanfaatkan kepadatan penduduk sebagai perisai alami dari serangan terbuka.

Beberapa laporan dari sumber independen dan pengamatan visual lapangan memperlihatkan bahwa infrastruktur militer, termasuk peluncur roket, sering kali ditempatkan di sekitar atau bahkan di dalam kawasan sipil: sekolah, rumah sakit, apartemen, hingga masjid. Selain sebagai bentuk perlindungan dari serangan udara langsung, posisi ini juga memberikan keuntungan taktis berupa kompleksitas bagi musuh dalam melakukan serangan balik tanpa memicu korban sipil besar-besaran.

Terowongan Bawah Tanah: Jaringan Logistik dan Komando Tersembunyi

Salah satu taktik paling menonjol adalah penggunaan jaringan terowongan bawah tanah (sering disebut “Metro Gaza”) yang menghubungkan berbagai lokasi penting militer. Jaringan ini digunakan untuk menyembunyikan pergerakan personel, senjata, dan komunikasi taktis, serta untuk menyerang wilayah Israel melalui serangan kejutan.

Pihak luar yang melakukan investigasi menyebut bahwa jaringan ini begitu luas dan kompleks, membuatnya hampir mustahil dihancurkan secara total dengan serangan udara konvensional. Dalam banyak kasus, bangunan sipil di atas terowongan menjadi sasaran tembakan, menimbulkan korban sipil yang tinggi dan memperkuat narasi krisis kemanusiaan.

Mengaburkan Garis antara Sipil dan Kombatan

Salah satu ciri utama strategi Hamas adalah mengaburkan batas antara warga sipil dan kombatan. Tidak semua pasukan militer mengenakan seragam; banyak dari mereka yang menyatu dengan populasi umum, bahkan menjalankan peran ganda sebagai pendidik, relawan sosial, atau tokoh masyarakat.

Kondisi ini menciptakan dilema etik dan militer bagi pihak lawan: setiap serangan terhadap target strategis Hamas berisiko besar memicu korban dari kelompok non-kombatan. Situasi ini juga digunakan sebagai alat propaganda, ketika korban sipil kemudian menjadi sorotan utama pemberitaan global.

Manuver Propaganda dan Perang Citra

Selain perang fisik, Hamas juga menjalankan perang informasi. Setiap serangan Israel yang menyebabkan korban sipil dipublikasikan secara masif di media sosial dan kanal-kanal resmi. Gambar anak-anak yang terluka, bangunan yang hancur, serta narasi penderitaan rakyat Palestina menjadi alat yang sangat efektif dalam membentuk opini dunia.

Namun dalam konteks ini, tidak banyak tayangan atau informasi yang memperlihatkan aktivitas militer Hamas di lokasi yang sama. Hal ini menimbulkan kesan bahwa warga sipil menjadi korban serangan sepihak, padahal dalam banyak kasus, wilayah itu merupakan titik peluncuran atau penyimpanan senjata yang tersembunyi.

Risiko Terhadap Warga Gaza Sendiri

Taktik pertempuran yang menyatu dengan populasi sipil memberi keuntungan militer jangka pendek bagi Hamas. Namun dalam jangka panjang, warga sipil Gaza menjadi kelompok paling rentan — baik sebagai korban serangan balasan, maupun sebagai alat propaganda.

Kondisi ini menciptakan siklus penderitaan yang berulang setiap kali konflik meningkat. Tanpa upaya internasional yang tegas untuk menyoroti semua pihak secara seimbang, warga sipil Gaza akan terus berada di tengah medan perang yang tidak mereka pilih, namun tidak bisa mereka hindari.

Kesimpulan: Perang yang Tak Pernah Selesai di Atas Penderitaan yang Sama

Taktik Hamas dalam menghadapi Israel menunjukkan pendekatan militer yang kompleks, menggabungkan strategi urban, psikologis, dan propaganda. Namun, strategi ini juga mengorbankan keamanan warganya sendiri dan menciptakan kebingungan informasi di mata publik global.

Sebagai penonton global, masyarakat berhak mendapatkan informasi utuh dan seimbang — bahwa konflik ini tidak sesederhana narasi ‘yang menyerang’ dan ‘yang diserang.’ Dalam setiap strategi perang, selalu ada harga yang harus dibayar, dan sayangnya, warga sipil Gaza yang selalu menjadi pembayar utama.

Catatan Redaksi:

Investigasi ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan tindakan kekerasan dari pihak mana pun, melainkan untuk memberikan perspektif yang lebih menyeluruh mengenai dinamika konflik yang kompleks di wilayah Gaza.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *