Oleh: Tim Investigasi | 5 Juni 2025
Kupang/NTT – Selama periode Maret hingga Juni 2025, Wali Kota Kupang Christian Widodo intens melakukan serangkaian inspeksi mendadak (sidak) ke berbagai kantor pelayanan publik serta titik-titik infrastruktur bermasalah. Aktivitas ini bukan sebatas agenda seremonial—melainkan bagian dari strategi kontrol langsung untuk memetakan akar persoalan pelayanan publik di Kota Kupang yang selama ini berjalan dalam bayang-bayang kelalaian birokrasi dan keterbatasan anggaran.
Kunjungan ini memperlihatkan bahwa masih banyak elemen dasar pemerintahan yang belum menjalankan fungsi pelayanan secara optimal. Mulai dari disiplin pegawai, kualitas fasilitas, hingga lambatnya respon atas kebutuhan infrastruktur dasar, semuanya menjadi catatan serius dalam sidak-sidak yang berlangsung selama tiga bulan ini.
Kelurahan Fatufeto: Baju Kaos dan Dalih Angkat Sampah
Dalam kunjungan ke Kantor Kelurahan Fatufeto, kondisi pegawai menjadi sorotan. Banyak yang tidak hadir tepat waktu, dan yang hadir pun tidak mengenakan seragam dinas. Beberapa hanya mengenakan kaos dan beralasan sedang mengangkut sampah. Temuan ini menunjukkan lemahnya kedisiplinan serta kurangnya pemahaman tentang pentingnya representasi visual dalam pelayanan publik.
Refleksi dari sidak ini menunjukkan bahwa masalah bukan semata soal pakaian, tetapi tentang bagaimana aparatur negara menunjukkan sikap hormat terhadap pekerjaan dan masyarakat yang mereka layani.
Dinas Dukcapil: Wajah Pelayanan Harus Rapi
Sidak ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) tidak mengungkap pelanggaran besar. Namun, masih ada catatan terkait penampilan pegawai yang belum seluruhnya mencerminkan etos pelayanan yang profesional. Penampilan memang tampak sepele, tetapi dalam konteks pelayanan publik, ia mencerminkan kesiapan dan keseriusan dalam melayani warga.
Jalan Rusak di Taebenu dan Maulafa: Warga Mengeluh, Pemerintah Lamban
Di wilayah Taebenu dan Maulafa, sidak yang dilakukan mengungkap lambannya penanganan jalan rusak. Di Taebenu, warga merasa bahwa laporan mereka seringkali tidak ditindaklanjuti secara sigap. Sementara di Maulafa, kerusakan jalan disebabkan oleh saluran drainase yang terlalu kecil, dan perbaikan baru akan dilakukan saat perubahan anggaran.
Situasi ini menunjukkan bahwa sistem penanganan infrastruktur di tingkat kota belum cukup tanggap dan adaptif terhadap dinamika lapangan. Ada jeda waktu yang terlalu panjang antara laporan warga dan realisasi perbaikan. Ketergantungan terhadap anggaran perubahan menandakan lemahnya perencanaan dan kurangnya anggaran darurat.
RSUD SK Lerik: Potret Buram Fasilitas Kesehatan
Sidak ke RSUD SK Lerik mengungkap sejumlah persoalan serius. Di antaranya tidak adanya petugas keamanan yang berjaga di pintu masuk rumah sakit, platform bangunan yang rusak sejak bencana Seroja dan belum diperbaiki karena keterbatasan anggaran, hingga kondisi kasur pasien yang robek dan tidak layak digunakan tetapi masih difungsikan.
Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat masyarakat mencari pertolongan, justru dihadapkan pada kondisi fasilitas yang jauh dari kata layak. Buruknya kualitas sarana kesehatan ini memperlihatkan bahwa perbaikan sistem kesehatan tidak cukup hanya dengan laporan tahunan dan belanja alat, tetapi membutuhkan keberanian untuk menyentuh akar persoalan: pengelolaan, prioritas anggaran, dan kepedulian.
Refleksi dari Serangkaian Sidak
Apa yang dilakukan Wali Kota Kupang bukan sekadar bentuk pengawasan, melainkan bentuk intervensi langsung untuk memastikan bahwa pemerintah kota tidak kehilangan sentuhannya terhadap realitas di lapangan. Dari sidak ini, terlihat bahwa:
- Kedisiplinan aparatur sipil masih menjadi pekerjaan rumah utama.
- Perencanaan dan prioritas anggaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan nyata di lapangan, bukan hanya berdasarkan dokumen.
- Pelayanan publik tidak hanya soal kehadiran, tetapi soal kepedulian, kesiapan, dan representasi profesionalisme.
Arah Selanjutnya: Dari Temuan Menuju Tindakan
Jika sidak ini tidak hanya menjadi catatan tetapi diikuti dengan tindakan korektif—baik dalam bentuk rotasi, teguran administratif, hingga revisi kebijakan—maka upaya ini akan memberi dampak nyata. Namun, jika temuan-temuan ini hanya berhenti di meja laporan, maka wajah pelayanan publik di Kota Kupang akan tetap seperti cermin retak yang dibiarkan.
Perubahan tidak cukup hanya dengan hadir di lapangan, tetapi juga ditentukan oleh keberanian mengubah sistem dari dalam. Dan itulah yang ditunggu publik dari kepemimpinan walikota Kota Kupang.