Sekolah Jam 6 Pagi: Disiplin atau Ancaman Bagi Kesejahteraan Siswa?

Share

Oleh: Tim Investigasi | 4 Juni 2025

Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mendorong seluruh siswa SMP hingga SMA masuk sekolah pukul 06.00 pagi menuai polemik luas. Dengan dalih peningkatan kedisiplinan dan efisiensi waktu belajar, kebijakan ini justru mengundang kritik dari berbagai kalangan: pengamat pendidikan, legislator DPR RI, hingga masyarakat umum. Tim investigasi kami menelusuri apakah kebijakan ini benar-benar efektif atau justru menyimpan dampak negatif yang mengancam kualitas pendidikan.

Narasi Disiplin yang Tak Ramah Anak

Dalam pernyataannya, Dedi Mulyadi—yang akrab disapa KDM—menyebut bahwa masuk sekolah lebih pagi akan membentuk karakter disiplin siswa dan memungkinkan libur dua hari penuh di akhir pekan. Ia mencontohkan kebijakan ini telah diterapkan di masa jabatannya sebagai Bupati Purwakarta.

Namun, narasi kedisiplinan ini langsung dipertanyakan para ahli. Pengamat pendidikan dari Yayasan Guru Belajar, Bukik Setiawan, menilai bahwa kebijakan ini mengabaikan kebutuhan biologis, psikologis, dan sosial siswa.

“Memajukan jam masuk sekolah justru bisa menyebabkan kelelahan, kurang fokus, dan menurunkan daya serap pembelajaran,” ungkap Bukik kepada detikEdu (3/6/2025).

Menelusuri Jejak Gagalnya Kebijakan Serupa di NTT

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengingatkan KDM bahwa kebijakan masuk sekolah pukul 06.00 pagi telah terbukti gagal di Nusa Tenggara Timur (NTT). Di NTT, siswa menjadi kelelahan, mengantuk di kelas, dan mengalami penurunan motivasi belajar.

Hasil temuan tim kami di Kupang, NTT, mendukung hal tersebut:

  • Siswa yang tinggal jauh dari sekolah mengaku harus bangun pukul 04.00 pagi.
  • Transportasi umum belum beroperasi saat subuh, membuat siswa harus berjalan kaki jauh dalam kondisi gelap.
  • Beberapa siswa mengalami gangguan kesehatan, seperti maag dan migrain karena pola makan terganggu.
  • Guru-guru melaporkan bahwa konsentrasi siswa justru menurun drastis di jam-jam awal pelajaran.

Kesejahteraan Siswa Terabaikan

Saskia Rosita, seorang psikolog anak berpendapat kebijakan itu justru dapat mengancam kualitas pendidikan. Menurutnya, masuk pada jam tersebut mempengaruhi kondisi fisik, kognitif, emosi dan sosial anak. Saskia mengatakan, kondisi dari empat aspek itu akan memburuk jika anak masuk pada jam tersebut.

Hal ini diperkuat oleh data riset dari American Academy of Pediatrics yang menyebut bahwa sekolah sebaiknya tidak dimulai sebelum pukul 08.30 pagi untuk usia remaja.

Ketimpangan Sosial Meningkat

Kebijakan ini juga dikhawatirkan akan memperlebar ketimpangan sosial antar siswa, khususnya antara siswa di perkotaan dan perdesaan. Bukik Setiawan menegaskan:

“Anak-anak dari keluarga mampu mungkin bisa diantar orang tua atau naik kendaraan pribadi. Tapi anak-anak di desa, yang akses transportasinya terbatas, justru rentan keselamatan dan kesehatannya.”

Miskin Partisipasi Publik dan Kajian Akademik

Investigasi kami menunjukkan bahwa kebijakan ini belum melalui proses konsultasi publik yang memadai, baik dengan guru, kepala sekolah, orang tua murid, maupun ahli pendidikan. Bahkan, Dinas Pendidikan Jawa Barat baru menyatakan akan “menggodok” aturan setelah ucapan Gubernur viral di media.

Penutup: Disiplin Tidak Harus Menyakiti

Kedisiplinan memang penting dalam dunia pendidikan. Namun, kedisiplinan yang dipaksakan tanpa memperhitungkan kondisi sosial, psikologis, dan biologis siswa justru akan menciptakan generasi lelah, bukan generasi unggul.

Kebijakan masuk sekolah pukul 06.00 pagi harus diuji melalui kajian ilmiah, diskusi multi-pihak, dan uji coba yang transparan, bukan hanya berdasarkan pengalaman satu daerah yang belum tentu bisa diadopsi secara luas.

Pertanyaannya kini bukan apakah siswa bisa masuk jam 6 pagi, tetapi apakah mereka bisa belajar dan bertumbuh secara optimal dalam kondisi seperti itu?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *