Garuda Impor Jelang Kontra China: Dominasi Pemain Naturaliasi, Identitas Indonesia Terancam?

Share

Oleh: Tim Investigasi | Rabu, 4 Juni 2025

JAKARTA – Ketika Timnas Indonesia bersiap menghadapi China dalam laga krusial kualifikasi Piala Dunia 2026 pada Kamis (5/6), satu hal mencolok muncul dari daftar pemain: mayoritas dari mereka bukan hasil binaan tanah air, melainkan wajah-wajah asing yang dinaturalisasi.

Di atas kertas, ini adalah laga Indonesia melawan China. Tapi di lapangan nanti, tampaknya yang bertarung adalah Garuda Impor melawan tim lokal murni. Sebuah ironi dalam dunia sepak bola nasional yang belakangan lebih sibuk mendatangkan darah luar ketimbang membangun akar dalam.

Mayoritas Bukan Lahir di Indonesia

Investigasi redaksi menunjukkan bahwa dari 32 pemain yang dipanggil pelatih Patrick Kluivert ke pemusatan latihan (TC) di Bali, sebanyak 19 pemain atau hampir 60% adalah hasil naturalisasi. Mereka lahir dan besar di Eropa, tak sedikit yang belum pernah tinggal di Indonesia hingga dewasa. Beberapa nama diantarannya:

  • Emil Audero – Italia
  • Jay Idzes – Belanda
  • Kevin Diks – Belanda
  • Mees Hilgers – Belanda
  • Calvin Verdonk – Belanda
  • Ole Romeny – Belanda
  • Thom Haye – Belanda
  • Rafael Struick – Australia

Beberapa dari mereka memiliki darah Indonesia melalui garis ibu atau kakek-nenek. Tapi sebagian lainnya dinaturalisasi karena kebutuhan teknis, bukan karena hubungan emosional dengan tanah air.

“Timnas Indonesia saat ini lebih terlihat seperti klub Eropa Asia ketimbang wajah Indonesia,” ujar seorang pengamat sepak bola nasional yang enggan disebutkan namanya.

Sementara China… Berhenti

Berbanding terbalik, China justru menghentikan total program naturalisasi mereka sejak 2022 setelah dianggap gagal membentuk identitas tim nasional yang solid. Banyak pemain naturalisasi China seperti Elkeson, Alan, dan Fernando justru gagal menyesuaikan diri dan kini menghilang dari skuad.

Kini, skuad China 90% diisi pemain lokal dari liga domestik, meskipun mereka juga menghadapi tantangan kualitas.

Antara Prestasi dan Identitas

Sejak era Shin Tae-yong, Indonesia memang mengejar percepatan kualitas lewat pemain diaspora. Di era Kluivert, langkah ini menjadi makin agresif. Namun hal ini menimbulkan pertanyaan besar: Di mana tempat anak-anak Indonesia yang lahir dan tumbuh di tanah air?

Di Liga 1, banyak pemain muda tak mendapat menit bermain cukup. Akademi sepak bola tak kunjung berkembang. Tim U-20 dan U-23 pun masih mengandalkan pemain diaspora untuk bersaing.

Muhammad Jauhari Sofi, seorang pengamat sepak bola dalam tulisannya di Detik.com, menekankan bahwa ketergantungan pada pemain naturalisasi dapat mengurangi identitas nasional timnas Indonesia. Ia berpendapat bahwa jika Indonesia terus bergantung pada pemain luar, maka kita akan kehilangan jati diri, dan di masa depan, tidak ada yang bisa mengibarkan bendera Merah Putih dengan rasa memiliki

PSSI: Solusi Jangka Pendek

Dalam berbagai pernyataan, PSSI menyebut langkah ini sebagai solusi jangka pendek untuk meningkatkan daya saing di level Asia dan dunia. Tapi hingga kini belum ada roadmap jelas soal regenerasi pemain lokal jangka panjang.

Sementara itu, laga melawan China nanti bisa jadi pertaruhan: jika menang, dominasi pemain asing akan dianggap sah. Jika kalah, pertanyaan tentang identitas tim nasional akan semakin menggema.

Garuda, Tapi Sayapnya Bukan dari Sini

Indonesia mungkin akan menang dari China. Tapi satu pertanyaan penting tertinggal: Apakah kemenangan itu milik anak-anak bangsa?

Saat “Garuda” mengepak di Gelora Bung Karno Kamis nanti, sebagian besar bulu di sayapnya mungkin bukan dari negeri ini.

Kemenangan bisa dirayakan, tapi identitas tak bisa diimpor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *